Bagaimana Cara Mencapai Kestabilan Regulasi Kefarmasian di Indonesia?
24 Februari 2022
Baca artikel selengkapnya di bawah formulir Coba Gratis
Coba Gratis Farmacare
Kalau kamu sudah berkecimpung di dunia kefarmasian selama paling tidak lima tahun terakhir, kamu pasti sudah tahu ada begitu banyak regulasi pemerintah yang mengatur produsen farmasi, distributor farmasi, maupuna apotek dan instalasi farmasi. Kami di Farmacare punya satu folder besar yang berisi print out dari semua regulasi kefarmasian yang bisa kami temukan, dan ketebalan folder tersebut meningkat pesat sejalan dengan penemuan kami tentang regulasi lama yang ternyata masih relevan dan juga regulasi baru yang diterbitkan pemerintah, baik oleh Kemenkes, BPOM maupun lembaga lainnya.
Sangat tidak mudah untuk mencerna peraturan yang telah ada, dan lebih tidak mudah lagi untuk menebak hal apa lagi yang akan diatur berikutnya. Tapi kami tetap berusaha memahami apa yang menyebabkan peraturan sering berubah/bertambah dan mencari benang merah yang kami pikir bisa juga bermanfaat bagi pemilik apotek dalam memahami konteks dari setiap peraturan. Berikut adalah beberapa analisa kami tentang beberapa drivers dari dinamika peraturan kefarmasian:
1) Sektor yang dinamis
Sektor farmasi terus berubah seiring ditemukannya produk-produk baru, bertambahnya pemahaman industri mengenai dampak dari produk-produk yang sudah ada, maupun tentunya kondisi pandemi sekarang ini. Setiap perkembangan biasanya memicu timbulnya kebutuhan akan aspek baru yang perlu diatur.
2) Temuan penyalahgunaan
Ada dua jenis penyalahgunaan yaitu leaking in (produk palsu yang masuk ke rantai pasok farmasi) atau leaking out (produk terkontrol yang disalahgunakan dalam skala besar). Baik leaking in maupun out menimbulkan dorongan untuk memperketat pengawasan terhadap rantai pasok farmasi. Contoh: aturan SP Prekursor/OOT, aturan CDOB. Niat regulator pasti baik, tapi seringkali ada efek samping yang sangat besar bagi pelaku usaha terutama meningkatnya biaya administrasi untuk melakukan pelaporan yang terperinci, yang bisa jadi lebih besar dibandingkan manfaat yang sebenarnya diperoleh.
3) Dorongan penyederhanaan peraturan UMKM
Apotek, mau tidak mau, juga dianggap sebagai usaha kecil/menengah yang juga terikat dalam peraturan yang mengatur UMKM, terutama dari sisi perizinan dan perpajakan. Yang menjadi masalah adalah jika ada kerancuan antara aturan untuk UMKM yang biasanya cukup sederhana dengan aturan kefarmasian yang kompleks. Contohnya saja, sering muncul kesimpangsiuran tentang apakah izin apotek baru perlu Amdal, atau cukup UPL/UKL, atau tidak perlu kedua-duanya?
4) Interest groups
Ada beberapa pemain dan asosiasi kefarmasian besar yang bisa memengaruhi pola pikir dari pembuat kebijakan. IAI punya kepentingan memperjuangkan kepentingan profesi apoteker. Pengusaha jejaring farmasi punya kepentingan sebagai pemilik apotek yang perlu melakukan ekspansi cepat, demikian juga produsen farmasi dan distributor farmasi yang punya kepentingannya sendiri. Dan jangan lupa, jaringan minimarket besar yang hanya menjual produk obat bebas pun punya kepentingan yang mereka ingin lindungi. Siapa yang paling tidak punya pengaruh, karena mereka tidak terorganisir dengan baik? Pemilik sarana apotek komunitas!
5) Desentralisasi
Peraturan kefarmasian tidak hanyak sering berubah, tapi juga sering berbeda-beda tergantung kebijakan dan interpretasi dinas di daerah. Ada daerah yang mewajibkan jarak minimal antar apotek, tapi ada juga yang tidak. Interpretasi dari definisi ‘daerah perifer’ pun beragam.
Kami yakin bahwa tidak ada satu tokoh antagonis yang sengaja menyusun aturan-aturan yang ambigu atau memberatkan pengusaha apotek. Yang dibutuhkan adalah pemahaman dari pembuat kebijakan tentang bagaimana aturan yang mereka buat itu ternyata diterjemahkan di lapangan. Kalau kamu punya ide cara terbaik untuk mengangkat hambatan regulasi yang sedang kamu hadapi agar bisa dipertimbangkan oleh regulator, mohon untuk di-share di sini untuk kita bahas bersama ya, supaya ke depannya aturan yang rumit, ambigu, dan memberatkan bisa diminimalisir.