Kupas Tuntas Pajak Bisnis Apotek untuk PSA dan Badan Usaha

ditulis oleh Gina Dwi
Mei 05, 2023

Usaha apotek terdiri dari usaha apotek milik orang pribadi (PSA) dan ada juga yang berbentuk badan usaha (PT/CV). Sebagai apoteker penanggung jawab di apotek, juga bisa merangkap sebagai pemilik apotek (PSA). Namun, pemilik usaha apotek juga bisa dari non apoteker dan akan merekrut apoteker penanggung jawab di apotek. 


Nah, kali ini
Farmacare ingin mengupas tuntas soal pajak bisnis apotek. Baik itu usaha apotek yang dimiliki perseorangan (PSA), maupun apotek yang berbentuk badan usaha. Yuk, simak ulasannya berikut!


Pajak usaha apotek milik perseorangan (PSA)

Usaha apotek yang dikelola oleh perseorangan menggunakan form 1770. Ini masuk pada pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diperoleh dari menjalankan usaha apotek secara perorangan. Setelah menyetorkan pemotongan tersebut ke kas negara, PSA wajib melaporkannya di SPT Tahunan. 


Perhitungan pajak penghasilan pemilik sarana apotek (PSA) adalah sebagai berikut:


  1. Usaha apotek yang memiliki omzet di bawah Rp500 juta → Bebas pajak.

Contoh: Rini sebagai pemilik apotek “Farma Sehat” memperoleh omzet Rp35 juta per bulan. Total omzet per tahun usaha apoteknya adalah Rp420 juta. Dikarenakan total omzet apotek masih di bawah Rp500 juta, penghasilannya dari usaha apotek tidak dikenakan pajak.

  1. Usaha apotek yang memiliki omzet di atas Rp500 juta - Rp4,8 miliar → Menggunakan tarif PPh Final UMKM, yaitu 0,5% x Omzet.

Contoh: Apri sebagai pemilik apotek “Tunggal Pratama” memperoleh omzet Rp100 juta per bulan. Total omzet per tahun usaha apoteknya adalah Rp1,2 miliar. Besar pajak yang harus disetor oleh Apri: 0,5% x Rp1,2 miliar = Rp6 juta.

  1. Usaha apotek yang memiliki omzet di atas Rp4,8 miliar → Menggunakan tarif PPh Umum, yaitu Laba Fiskal - PTKP x Tarif Pasal 17 UU PPh. Perhitungan berjenjang berdasarkan laba usaha (bukan omzet), dengan tingkatan laba:
  • Di bawah Rp60 juta : 5%
  • Rp60 juta - Rp250 juta : 15%
  • Rp250 juta - Rp500 juta : 25%
  • Rp500 juta - Rp5 miliar : 30%
  • Di atas Rp5 miliar : 35%

Contoh: Tari sebagai pemilik apotek klinik “Sehat Bersama” memperoleh omzet Rp500 juta per bulan, dengan besar laba bersih Rp200 juta per bulan. Total laba bersih per tahun yang diperoleh adalah Rp2,4 miliar. Besar pajak yang harus disetor oleh Tari: Rp2,4 miliar - PTKP K/1 (Rp63 juta) x 15% = Rp350.550.000 / 12 bulan = Rp29.212.500 (bisa dicicil per bulan).

Pajak usaha apotek berbentuk badan usaha

Usaha apotek berbentuk badan usaha menggunakan form 1771. Tarif pajak untuk usaha apotek yang dikelola perorangan, dengan yang berbentuk badan usaha ada perbedaan. 


Berikut perhitungan pajak usaha apotek berbentuk badan usaha: 


  1. Usaha apotek yang memiliki omzet Rp0 - Rp4,8 miliar → Dikenakan tarif PPh Final UMKM, yaitu 0,5% x Omzet Tahunan. 
  2. Usaha apotek yang memiliki omzet di atas Rp4,8 miliar → Dikenakan tarif PPh Umum, yaitu Laba Fiskal x Tarif Pasal 17 UU PPh. Jika total omzet tahunan masih di bawah Rp50 miliar, berlaku fasilitas Pasal 31E UU PPh, yaitu potongan tarif sebesar 50% dari 22% menjadi 11%. 

Contoh: PT Sehat Selalu menaungi kepemilikan apotek “Sehat Sejahtera”. Apotek tersebut memperoleh omzet tahunan sebesar Rp10 miliar dengan total laba bersih Rp5 miliar per tahun. Maka, pajak yang harus dibayar sebesar: Rp5 miliar x 11% = Rp550 juta. 

Namun, selama periode tahun 2022, PT Sehat Selalu telah menyetor pajak penghasilan karyawan ke kas negara sebesar Rp50 juta dan pajak PPh Pasal 23 sebesar Rp100 juta. Maka, pajak penghasilan badan usaha terutang adalah Rp550 juta - Rp50 juta - Rp100 juta = Rp350 juta. 

Nilai pajak atas penghasilan Badan Usaha di tahun 2022 sebesar Rp350 juta, pembayarannya ke kas negara bisa dicicil per bulan (Rp350 juta / 12 bulan = Rp29.167.000). 


Baca juga:
Perpajakan Apotek Membingungkan? Yuk, Cari Tahu di Sini!


Pembayaran dan pelaporan PPh yang menggunakan PPh Final UMKM

Berikut beberapa tahapan pembayaran dan pelaporan PPh usaha apotek milik perseorangan (PSA) dan apotek yang berbentuk badan usaha yang menggunakan PPh Final UMKM:

 

  1. PSA dan apotek badan harus menghitung omzet usaha yang diperoleh setiap bulan sebagai dasar pembayaran pajak Final UMKM.
  2. PSA dan apotek badan membuat billing pembayaran PPh Final UMKM senilai 0,5% dari omzet usaha apotek per bulan.
  3. PSA dan apotek badan melakukan pembayaran billing melalui ATM/Teller Bank/Internet Banking/Online Agent (Tokopedia), paling lambat setiap tanggal 10 bulan berikutnya. 
  4. PSA dan apotek badan bisa menginput penghasilan usaha, nilai PPh Final yang telah disetor/dibayarkan, dengan melakukan submit pada SPT Tahunan melalui fitur pelaporan eForm di akun DJPOnline milik PSA sebelum 31 Maret tahun berikutnya (SPT 1770), atau milik Badan Usaha sebelum 30 April tahun berikutnya (SPT 1771). 
  5. Apabila terdapat penghasilan lain (yang dikenakan PPh Final UMKM) selain dari hasil usaha apotek yang dijalankan, baik PSA maupun Badan Usaha wajib melaporkannya juga pada SPT Tahunan. 

Pembayaran dan pelaporan PPh yang menggunakan PPh Umum

Berikut beberapa tahapan pembayaran dan pelaporan PPh usaha apotek milik perseorangan (PSA) dan apotek yang berbentuk badan usaha yang menggunakan PPh Umum:


  1. Ketika omzet usaha apotek sudah di atas Rp4,8 miliar, PSA dan apotek badan wajib melakukan pembukuan untuk memudahkan perhitungan neraca dan laba rugi, untuk dilakukan penyesuaian fiskal dan memperoleh laba rugi fiskal sebagai acuan perhitungan PPh Umum.
  2. Mengumpulkan kredit pajak (bila ada) untuk dikurangkan dengan PPh Terutang sehingga didapat angka PPh kurang (lebih) bayar. 
  3. PSA dan apotek badan membuat billing pembayaran atas PPh kurang bayar.   
  4. PSA dan apotek badan melakukan pembayaran billing melalui ATM/Teller Bank/Internet Banking/Online Agent (Tokopedia), sebelum batas waktu pelaporan SPT Tahunan.
  5. PSA dan apotek badan menginput perhitungan PPh Terutang, NTPN pembayaran, dan meng-upload lampiran SPT, lalu melakukan submit pada SPT Tahunan melalui eForm.
  6. PSA dan apotek badan membuat billing pembayaran dan melakukan pembayaran atas angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan dari perhitungan SPT yang dilaporkan tadi.

Kewajiban membayar PPN bagi usaha apotek

Bagi usaha apotek yang omzet per tahunnya sudah mencapai di atas Rp4,8 miliar – wajib membayar PPN (Pajak Pertambahan Nilai) atas produk obat yang diperjual-belikan di apotek. PSA dan apotek berbentuk badan usaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai “Pengusaha Kena Pajak” di KPP tempat kegiatan usaha melakukan penyerahan objek pajak. 


Setelah ditetapkan sebagai PKP, ajukan aktivasi akun PKP dan password ENova. Lalu, aktivasi selesai – tinggal ajukan permohonan sertifikat elektronik dan permohonan nomor seri faktur pajak melalui aplikasi ENova. 


Nah, bagaimana alur pembayaran dan pelaporan PPN bagi PSA dan apotek badan?

 

  1. PSA dan apotek badan menginput jumlah penyerahan barang secara eceran serta nilai PPN yang telah dipungut pada aplikasi e-Faktur. Lalu, input perolehan BKP (Barang Kena Pajak) serta PPN yang dapat dikreditkan pada aplikasi e-Faktur sehingga diperoleh PPN kurang bayar. 
  2. PSA dan apotek badan membuat billing pembayaran PPN kurang bayar sesuai perhitungan e-Faktur. Pembayaran PPN dapat dilakukan setiap bulan. 
  3. PSA dan apotek badan bisa melakukan pembayaran billing melalui ATM/Teller Bank/Internet Banking/Online Agent (Tokopedia), paling lambat akhir bulan berikutnya. 
  4. PSA dan apotek badan melaporkan SPT Masa PPN Bulanan dan NTPN pembayaran pada halaman https://web-efaktur.pajak.go.id/, paling lambat akhir bulan berikutnya. 

Faktur yang diterima dari PBF (distributor obat) biasanya sudah mencantumkan nilai PPN yang dikreditkan, sehingga dapat mengurangi nilai PPN Terutang. Untuk memudahkan penelusuran faktur pembelian dari PBF, kamu bisa memanfaatkan aplikasi apotek seperti Farmacare.

Termasuk pencatatan omzet dan laba rugi usaha apotek yang dapat memudahkan perhitungan pajakmu. Serta, masih ada manfaat lebih lainnya yang bisa kamu dapatkan dengan melakukan Uji Coba Gratis sekarang juga!   


Referensi:

Tim Mekari. 28 Februari 2023. Pajak Penghasilan (PPh) Badan: Jenis, Tarif, Cara Menghitung. Klikpajak.id (Blog): https://bit.ly/3MSCVyn

Farmacare ID. 20 Maret 2023. Perpajakan untuk Pemilik Apotek dan Apoteker. Youtube.com: https://bit.ly/3L9Z75C     


Permodalan Obat di Apotek
04 Dec, 2023
Pengadaan obat di apotek membutuhkan modal yang tidak sedikit. Farmacare punya solusi untuk tantangan tersebut. Temukan di sini!
Pengadaan Obat di Apotek
oleh ditulis oleh Gina Dwi 30 Nov, 2023
Tingkat efektivitas pengadaan obat di apotek bisa diukur menggunakan beberapa tolak ukur yang bisa kamu temukan di sini! Simak, yuk!
Mitos atau Fakta Penggunaan Obat
oleh Farmacare CX 27 Nov, 2023
Selamat Hari Kesehatan Nasional. Yuk, maksimalkan edukasi ke masyarakat dengan meluruskan mitos atau fakta penggunaan obat berikut!
Pengadaan Barang di Apotek
oleh ditulis oleh Gina Dwi 23 Nov, 2023
Bagaimana kamu tahu kalau pengadaan barang di apotek sukses? Berikut tolak ukur yang bisa diperhatikan. Simak, yuk!
Pengadaan Barang di Apotek
oleh ditulis oleh Gina Dwi 20 Nov, 2023
Bagaimana kamu tahu kalau pengadaan barang di apotek sukses? Berikut tolak ukur yang bisa diperhatikan. Simak, yuk!
Bisnis Apotek
oleh ditulis oleh Gina Dwi 16 Nov, 2023
Overstock, understock, dan deadstock sebaiknya bisa diminimalisir agar bisnis apotek tetap sehat. Yuk, cari tau tentang jenis status stok tersebut di sini!
Golongan Obat
13 Nov, 2023
Penanganan golongan obat keras harus diperhatikan agar kualitasnya terjamin dan tak berpotensi disalahgunakan. Yuk, simak tips-nya di sini!
Obat Kedaluwarsa di Apotek
31 Oct, 2023
Obat kedaluwarsa di apotek wajib dihindari karena sangat berbahaya bila sampai ke tangan konsumen. Apa bahayanya dan gimana tips pencegahannya? Simak di sini!
Harga Jual Obat
27 Oct, 2023
Ada beberapa unsur yang mempengaruhi harga jual obat di apotek. Kira-kira apa saja? Yuk, cari tahu di sini beserta cara menghitungnya!
Postingan Lainnya
Share by: